web analytics
AD PLACEMENT

Tangis dan Hal-Hal yang Manis

AD PLACEMENT
1 0
Read Time:2 Minute, 56 Second

Sulit rasanya jika harus membahas tentang kata santri. Segala hidup, takan pernah meredup. Berulang kali lidah ini kelu, pikir ini berpendar, hati ini gusar. Memang teralu banyak akan hal-hal yang nggak bisa dijelaskan. Nggak mampu dijelaskan. Nggak akan mampu.

Santri, manusia kuat itu tercipta dari beberapa unsur: tekad, niat, harap, usaha, dan do’a-do’a. Nggak ayal santri yang dikenal selalu ramah murah senyum pada siapapun ini juga harus melewati langkah yang panjang. Nggak perlu membahas tentang bentur kegiatan belajar dan sosial, semua sudah dimulai semenjak menjadi santri baru.

Nggak banyak kata yang bisa saya jelaskan, begitu terenyuh pada mereka.

Dengan sedikit ada kesengajaan, kala itu, saya harus ke pondok cabang: ada sesuatu hal yang harus diurus. Menunggu di sebuah teras, mengamati sekitar pondok yang serasa nggak pernah sepi. Nggak jauh dari tempat saya, seorang bapak, ibu, dan anak perempuanya terduduk berserak barang-barang. Terka saya, dua: kalau nggak karena mau boyong, ya karena mau daftar santri baru. Tapi, mereka begitu sumringah, kadang malah diam. Sulit saya menyimpulkan.

AD PLACEMENT
Also Read: Kentut Ramadhan

Akhirnya dengan saya sibuk dengan urusan saya, mereka sibuk juga dengan urusan mereka. Sampai di suatu titik, kesekian kali beradu temu, mimik wajah mereka berbeda. Penuh sendu, sedu. Akan haru.

Sang Bapak sibuk akan bawa barang-barang berat besar itu, Sang Ibu runtut menuntun anaknya ke gerbang. Sepertinya, ia memang santri baru. Pengurus pondok putri itu telah bersiap, menyambut mereka beserta banyak barang itu. Bapak itu hanya tersenyum getir. Sekenanya saja membalas senyum pengurus pondok putri itu. Lalu, terdiam. Membiarkan detik waktu, mulai itu, ia berikan pada ibu dan anaknya. Sang Ibu benar-benar sedu sedan menerima peluk erat anak perempuan yang sangat ia cintai itu. Aslinya ia sangat ingin menangis, melebihi ledak tangis anaknya yang meraung nggak ingin pisah. Tapi, apa bisa? Apa boleh? Itu hanya akan membuat rintik tangis anaknya semakin deras. Ia berusaha untuk mensayatkan anaknya dari hatinya yang pilu. Rapuh. Ringkih. Merintih. Perih.

Dan saya? Waaah! Jadi pengen ikut nangis. Hal itu bisa benar-benar terjadi kalau saya nggak cepat-cepat buang muka dan dari selidik tatap Kang Bahrul di samping saya.

Belum lagi, selain dari itu, pernah suatu hari saya memutuskan untuk beli makan di pondok induk. Selangkah dua langkah menahan lapar dan lemas lunglai perut belum diisi sedari pagi. Sesampainya di sana, alhamdulillahnya nggak begitu ramai, nggak harus mengantri. Sambil menunggu dibungkusnya nasi dengan lauk yang saya pesan, terdengar sebuah sengguk halus. Tengok kanan kiri, terlihat di pojok tangga dekat pot bunga yang melayu, seorang anak kecil lelaki dengan kopehanya yang nggak sepenuhnya lurus sedang menelpon. Karena memang, selain nasi dan lauk, warung itu juga membuka wartel hp tulalit bagi santri yang ingin komunikasi via sinyal suara.

AD PLACEMENT

Dengan sesekali curi pandang, sengguk itu semakin keras sampai akhirnya benar-benar rintik. Air mata itu menetes, mengalir pada lembut pipinya.

“Aku nggak betah, Bu. Aku mau pulang!” Rengeknya di antara sengguk.

Lagi-lagi hal itu memaksa saya harus jadi manusia melankolis. Nggak bisa dicegah akan sedih haru yang menggelayuti. Sudah terlanjur melihat itu.

Saya malah jadi ingat gimana dulu, jauh-jauh dari rumah nggak kenal siapa-siapa. Belum usai akan masalah bahasa jawa yang menjadi penghubung bicara, susahnya jadi anak pendiam untuk kata sosial pondok pesantren yang plural dan general. Di bulan pertama harus ke mana-mana dan apapun sendiri, dengan tetap harus menahan sesak rindu orang rumah dan sesekali terpaksa harus meledak juga nggak tahan waktu saat nelpon. Sama seperti santri kecil itu. Sedih deh kalau diceritain mah!

AD PLACEMENT

“Kang? Kang? Nasinya, Kang!” Tegurnya membuyarkan lamunan.

“Eh, iya. Jadi berapa, Kang?”

 

About Post Author

Aqna Mumtaz Ilmi Ahbati

Penulis Baik Hati, Tidak Sombong, dan Rajin Menabung*
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Tagged with:
elmahrusy IDEsai
AD PLACEMENT

Penulis Baik Hati, Tidak Sombong, dan Rajin Menabung*

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Kentut Ramadhan

Kentut Ramadhan

Tob Tob Tob Tob…

Tob Tob Tob Tob…

Ada Naga di Bulan Ramadhan!

Ada Naga di Bulan Ramadhan!

Perbedaan Lailatul Qodr dan Nuzulul Qur’an

Perbedaan Lailatul Qodr dan Nuzulul Qur’an

Gelap Terang Indonesia

Gelap Terang Indonesia

Ngaji Syamail Part 20: Kezuhudan Dahar Rasulullah SAW

Ngaji Syamail Part 20: Kezuhudan Dahar Rasulullah SAW

AD PLACEMENT