Do’a adalah bentuk penghambaan. Bentuk kerendahan seorang hamba yang tak mampu apa-apa tanpa kuasa Tuhan. Karena memang, pada sebaris manusia ada makna makhluk sosial atau makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, terkandung makna implisit dan tersirat bahwa kita perlu dengan yang namanya do’a.
Bukankah butuh berarti tanda kelemahan dan ketidakberdayaan?
Selain itu, karena memang berdo’a merupakan bentuk kewajiban hamba. Tidak panaskah telinga kita akan ucapan ustadz-ustadz di atas mimbar itu, “berdo’a itu perintah Allah. Ud’uni astajib lakum. Berdo’alah kepadaku kata Allah, maka akan kuijabahi do’a kalian.”
Kita berulang kali mendengarkan itu, sebenarnya kita paham maksudnya.
Kita juga sering mendengar dengan ungkapan, “Usaha tanpa do’a, sombong. Do’a tanpa usaha, bohong,” yang menandakan betapa pentingnya peran do’a dalam hidup. Entah siapa, di mana, dan bahasa apa, jika kita tulus, Allah maha mendengar. Allah Maha Mengetahui.
Nah, ini. Kadang orang masih sulit mempercayai orang lainnya. Meski keluarga, tetangga, dan teman sekalipun. Ya, semua manusia punya hati, punya akal, punya nafsu. Harus hati-hati kalau cerita hati. Mereka yang beralasan tak pandai menulis, akhirnya meluapkan segala perasaannya, ia tumpahkan, ia ceritakan pada Tuhannya. Untai do’a-do’a harap dan hal baik ia gantungkan. Barakallah, Ya Akhi!
Kita terbuka saja. Ada seorang yang jatuh cinta. Ia suka pada orang itu. Dirasa tak ada tempat yang tepat untuk mengutarakan dan tak kuat untuk segala perasaan yang semakin tumpuk-menumpuk, tinggi-meninggi, ia bersandar pada Tuhannya. Di setiap sholat 5 waktu, setelah membaca Al-Qur’an, di sela-sela 2 khutbah jum’at. Dan tahajud, witir, hajat di sepertiga malam, tak ada penghalang untuk keluh do’a-do’anya.
Tentu ia ingin sekali berdo’a, “Ya Allah, jika ia jodohku, maka dekatkanlah. Dan jika ia bukan jodohku, maka harus jodoh, Ya Allah!”
Tapi, nggak jadi. Nggak enak. Nggak attitude. Meski ia tak tau apa jadinya jika cintanya tak terbalaskan.
Akhirnya, ia ubah kalimat do’anya, “Ya Allah, jika ia jodohku, maka dekatkanlah. Dan jika ia bukan jodohku, maka jauhkan sekalian, Ya Allah. Biar hamba tak berharap.”
Meski isi do’anya lebih attitude dan terkesan berani, tapi kenyataannya, saat Sang Pujaan menjauh tanda tak jodoh, ia tetap meng-sad sejadi-jadinya. Tak nafsu makan, tak mau mandi, tak bisa tidur. Kerjaannya bolak-balik Indomart buat beli tisu. Haha.
Ya, tak bisa disalahkan. Itu do’amu. Dan itu konsekuensinya. Saya nggak ngetawain, kok. Sebagai makhluk yang berperasaan, saya juga ikut peduli sama perasaanmu. Usahamu udah bagus dengan menjadikan do’a sebagai jalan keluar. Dalam hal ini, saya juga punya jalan keluar tanpa harus merusak usaha kamu: saya kasih template do’a. Diambil dari berbagai pertimbangan pakar saintifik dan ijtima para alim ulama: haha, mungkin!
Kurang lebih, begini template-nya:
“Ya Allah, jika ia jodohku, maka dekatkanlah. Dan jika tidak jodoh karena ia tak pantas dengan hamba, maka perbaikilah ia, Ya Allah. Biar pantas ia dengan hamba. Ataupun jika hamba yang tak pantas dengannya, maka perbaikilah hamba, Ya Allah. Biar pantas hamba dengannya. Semoga kami bisa bersama dalam kemanfaatan, pengetahuan, dan ketaatan padamu, Ya Allah. Ridhoi kami, ridhoi kami, ridhoi kami.”
Gimana?
Selamat mencoba!