web analytics
AD PLACEMENT

Aisha Al-Ba’uniyah, Penyair dan Penulis Produktif Asal Negeri Syam

AD PLACEMENT
2 0
Read Time:3 Minute, 34 Second

Aisha Al-Ba’uniyah, seorang wanita yang namanya terukir dalam sejarah sebagai Sya’irah As-Syam wa Fadhilah Az-Zaman, adalah sosok luar biasa dalam dunia sastra dan tasawuf. Lahir di Damaskus pada tahun 864 H, Aisha tumbuh di lingkungan yang kaya akan tradisi keilmuan dan spiritualitas. Keluarganya, yang merupakan pemuka agama, membentuk pondasi moral dan intelektual yang kokoh dalam dirinya.

Latar Belakang Keluarga

Aisha berasal dari keluarga terpandang. Ba’un sendiri adalah nama sebuah desa di daerah ‘Ajlun bagian timur Jordania, dan juga nama dari kakek buyut Aisha yang ke-lima.

Kakeknya berhasil menghafal Al-Qur’an pada usia 10 tahun dan pernah menempati jabatan administratif di Nazareth di usia mudanya. Ketika kakek Aisha melakukan perjalanan ke Kairo, Sultan Barquq mengangkatnya sebagai Khatib dan Pengurus Masjid Umayah di Damaskus, yang lambat laun diangkat menjadi seorang Qadli Madzhab Syafi’i di Damaskus.

Adapun Yusuf (Ayah Aisha), dikenal sebagai Hakim yang jujur dan kompeten di kota Safad, Tripoli, Aleppo dan di akhir jabatannya, ayahnya menjadi Kepala Hakim Madzhab Syafi’i di Damaskus. Yusuf dianggap sebagai orang yang jujur dan shaleh, baik akhlaknya, dan ia dikenal sebagai hakim terbaik diantara hakim-hakim yang pernah bertugas di Damaskus. Selain itu, Yusuf juga dikenal sebagai Penulis dengan banyak karya, baik puisi maupun prosa.

AD PLACEMENT

Pada masa kelahiran Aisha, keluarga Ba’uni telah memantapkan diri mereka, sebagai keluarga penting di Damaskus, juga menjadi salah satu keluarga yang melayani Sultan Mamluk.

 

Pendidikan dan Keahlian

Sejak kecil, Aisha menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Pada usia 8 tahun, ia sudah menghafal Al-Qur’an, lebih cepat daripada kakeknya. Dikelilingi oleh saudara-saudara yang juga berpendidikan tinggi, Aisha belajar dari berbagai guru, termasuk pamannya sendiri, juga Ulama’ besar seperti Syekh Isma’il Al-Khawarizmi dan Syekh Yahya Al-Amuri. Ia menekuni berbagai disiplin ilmu, mulai dari ilmu fikih, nahwu, arudl, tasawuf, sastra, dan ilmu-ilmu lainnya.

 

AD PLACEMENT

Perjalanan Hidup

Di usia 32 tahun, Aisha Al-Ba’uniyah menikah dengan Syarif Ahmad bin Muhammad, seorang pria shalih yang memiliki nasab baik. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai seorang putra yang bernama Abdul Wahab, dan seorang putri bernama Barakah yang meninggal dunia pada usia tiga tahun. Meski harus membagi waktu antara peran sebagai istri dan ibu, semangat Aisha untuk belajar dan menulis tak pernah padam.

Pada tahun 919 H, Aisha mengunjungi Mesir untuk mendalami ilmu lebih dalam. Di sana, ia berguru kepada Syekh Abdurrahim Al-Abbas Al-Qahiri dan mendapatkan pengakuan atas kecerdasannya. Selama hampir dua tahun di Kairo, Aisha juga diperbolehkan mengajar dan berfatwa, hingga ia dijuluki Fadhilah Az-Zaman dan Khalifah Al-Adab.

Also Read: Bapak Listrik?

 

Karya-Karya Aisha Al-Ba’uniyah

Aisha Al-Ba’uniyah tidak hanya dikenal sebagai Penyair, tetapi juga sebagai Penulis produktif yang menghasilkan berbagai karya penting. Meskipun beberapa karyanya hilang, daftar judul yang tersisa menunjukkan kedalaman dan variasi dalam tema yang diusungnya. Berikut adalah beberapa karya Aisha:

AD PLACEMENT
  1. Al-‘Isyaratul Khafiyyah fi Manazilil ‘Aliyyah (hilang)
  2. Maulidun Nabiyyi
  3. Al-Mauridul Ahna fil Maulidil Asna
  4. Diwanul Ba’uniyah
  5. Durarul Ghâ’ish fi Bahril Mu’jizât wal Khasha’is
  6. Al-Fathul Mubin fi Madhil Amin
  7. Faydhul Fadhl wa Jam’us Syaml
  8. Tashriful Fikr fi Nadhm Fawa’idid Dzikr
  9. Al-Muntakhab fi Ushulir Rutab
  10. Al-Fathul Qarib fi Mi’rajil Habîb (hilang)
  11. Az-Zubdah fi Takhmisil Burdah (hilang)
  12. Al-Qaulus Shahih fi Takhmis Burdatil Madih
  13. Madadul Wadud fi Maulidil Mahmud (hilang)

Karya-karya ini tidak hanya menunjukkan kecerdasan Aisha, tetapi juga komitmennya untuk menyebarkan nilai-nilai Islam dan kecintaan kepada Nabi Muhammad. Dengan warisan tulisannya, ia tetap hidup dalam ingatan umat dan menjadi inspirasi bagi banyak orang.

 

Kembali ke Damaskus

Setelah pulang dari Kairo, Aisha menyebarkan ilmu di tanah kelahirannya dengan telaten. Ia menulis berbagai karya ilmiah dan melanjutkan tradisi keilmuan yang telah diwariskan keluarganya. Tak lama kemudian, Aisha menunaikan ibadah Haji dan Umrah, kemudian pada tahun 922 H, Aisha pergi ke Aleppo untuk menemui pimpinan Aleppo saat itu, yaitu Abu Nasr Qansuh bin Abdullah Az-Zarkasi yang terkenal dengan sebutan Sultan Gauri.

 

Akhir Hayat

Aisha Al-Ba’uniyah meninggal dunia pada 16 Dzulqo’dah 923 H dan dimakamkan di puncak Raudhah Damaskus. Aisha Al-Ba’uniyah menjadi figur wanita inspiratif yang mendorong wanita masa kini untuk terus berusaha, belajar, dan berkarya. Kisahnya mengajak setiap wanita untuk percaya pada kemampuan diri dan berkontribusi positif dalam masyarakat. Karena dengan begitu, meskipun jasadnya telah tiada, warisannya tetap dikenang dan dihargai sepanjang masa. Wallahu a’lam.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

AD PLACEMENT

Struggle

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Biografi Pramoedya Ananta Toer

Biografi Pramoedya Ananta Toer

Penyair Yang Merayu Sang Kuasa

Penyair Yang Merayu Sang Kuasa

Bapak Listrik?

Bapak Listrik?

Perwira Bisu di Lubang Buaya

Perwira Bisu di Lubang Buaya

Imam Bushiri dan Burdah

Imam Bushiri dan Burdah

Kekayaan Laut Indonesia

Kekayaan Laut Indonesia

AD PLACEMENT