web analytics
AD PLACEMENT

Budak Ambisi

AD PLACEMENT
1 0
Read Time:3 Minute, 41 Second

Segelas kopi hitam terpajang di atas teras rumah ditemani sebungkus kretek bersama mancis di atasnya. Setelah pension, bapakku tak pernah lagi duduk di depan meja kerjanya sambil bergelut dengan seonggok kertas berisi dokumen negara atau apalah itu. Kini beliau lebih sering menghabiskan malam di teras rumah untuk sekedar menikmati rasi bintang yang terlukis indah di langit malam. Tentu, aku menemani beliau yang terkadang keluar obrolan ringan dari mulutnya. Bercerita tentang masa mudanya yang rawan Petrus, masa kecilnya yang dihancurkan PKI, sampai bertanya, ‘Apakah kau sudah punya kekasih?’

Di saat remaja menengah ini. Aku sama sekali tak tertarik dengan sebatang rokok. Aku bingung, mengapa bapakku senang sekali menghabiskan malam ditemani segelas kopi dan kretek? Obrolan tentang merantau kini memenuhi teras rumah bersama dengkuran jangkrik yang memekik telinga.

“Baguslah jika kamu ingin merantau, nak! Seolah menghampiri gudang-gudang pengalaman. Bedanya, cukup kau mencari ilmu serta alur hidupmu. Jangan kau cari pekerjaan untuk menghidupimu di kampung orang! Bapak dan ibumu ini masih sehat, masih mampu untuk membiayai putranya. Jangan seperti bapak yang merantau hanya demi sesuap nasi, kesana-kemari mencari nasi untuk menyambung hidup.”

Di balik rumah megah dengan taman, halaman, dan kebun yang luas, di balik kendaraan-kendaraan yang terpampang elok di garasi. Peluh bapakku seolah membangun kerajaan sederhana ini. Entah seberapa lama dan sulit perjalanannya di kampung orang. Yang kutahu, beliau punya banyak saudara angkat, seolah seantero Indonesia kenal baik dengannya.

AD PLACEMENT

“Nikmatilah hidupmu sebelum terlambat. Hidup hanya sekali. Nikmati lautan ilmu, pengalaman, rempah-rempah, dan semua yang ada di dalamnya. Pernah ada dua orang petani yang bagaikan langit dan bumi perbandingannya. Petani pertama, Joko. Hidup ala kadarnya bersama istri dan putra-putrinya. Menghidupi keluarga dengan sepetak sawah dan kebun di belakang rumah. Memulai hari-hari dengan sarapan bersama, menikmati segelas kopi sambil memandangi kebun, lalu berangkat bekerja membawa cangkul di bahu.

Petani kedua, Asep. Hidup di atas bentangan sawah dengan ambisi yang membara. Namun sarapan bersama keluargapun tak sempat, disibukkan oleh sawah-sawahnya yang kekurangan buruh tani. Tiap tahun sawahnya bertambah, bergelimangan harta, namun semakin sibuk, tak punya waktu dengan keluarga. Dibakar Ambisi.

Dua puluh tahun berlalu. Seseorang bertanya kepada Joko, ‘Apakah kau bahagia?’ Sambil tersenyum, Joko menjawab, ‘Tentu, hidupku dan keluargaku sudah tercekupi. Selalu menikmati hari-hari bersama meski hidup sederhana. Ini sudah lebih dari cukup.’

Also Read: Harapan | Cerpen

Sedangkan Asep selalu merasa kurang. Ambisi masih terbakar dalam dirinya. Selalu merasa kekurangan harta, kekurangan waktu untuk mengurus sawah-sawahnya, padahal tak disempatkannya waktu untuk mengurus keluarga.

AD PLACEMENT

Cerita ini bukan sekadar tentang petani. Bukan tentang seberapa banyak harta yang kau miliki, namun sudahkah kau bersyukur hari ini? Sudahkah kau menikmati hari ini? Bukan berarti tak boleh memiliki ambisi. Ambisi itu perlu, namun jangan sampai diperbudak oleh ambisi.”

Malam semakin kelam, mengutuk perkara haram yang menodai dunia malam. Segelas kopi terkuras habis menyisakan ampas di dasar gelas. Matahari terbit dan tenggelam berkali-kali setelah malam itu. Hari di mana gudang pengalaman menanti. Aku hanya membawa beberapa sandangan di tas punggung dan beberapa lembar uang di dompet. Berangkat mencari ilmu, pengalaman, dan jati diri. Pesan bapakku akan selalu bersarang dalam hati.

Also Read: Menuju Ka’bah

Tahun pertama perjalanan mengarungi lautan masih diselimuti rindu. Rindu akan orang tua, keluarga, saudara, kampung halaman, serta orang yang istimewa menemani hari-hariku di kampung orang. Pada tahun ini ibuku selalu menghubungi, meminta untuk kembali, sekolah di kampung sendiri. Namun kutolak dengan halus. Bertahan di bawah selimut rindu.

Tahun kedua. Semakin terbiasa dengan rindu, memeluk rindu. Di tahun ini, semangat seolah membara dalam diriku. Aku mulai menemukan alur yang akan kuambil, lebih suka menghabiskan waktu untuk membaca seonggok buku. Seolah telah kutemukan semua yang kucari, sekarang berusaha untuk mendalaminya. Pada tahun ini pula aku membenarkan cerita dua petani dari bapakku.

AD PLACEMENT

Tahun-tahun setelah itu. Masalah ataupun musibah memang menimpaku, namun aku menyelesaikan dengan menikmatinya seolah rempah-rempah yang ada di dalam makanan. Sampai umurku matang untuk naik ke pelaminan. Seolah bersanding dengan Dyah Pitaloka Citra Resmi yang bahkan tak bisa dimiliki oleh Hayam Wuruk—raja keempat yang membawa Majapahit ke masa emasnya. Target selalu kutulis dalam buku catatan. Sudah hampir seribu target kucapai. Kini menikmati hidup bersama seorang wanita yang indah paras juga sifatnya bersama putra-putriku di rumah peninggalan bapak. Menggapai mimpi-mimpi bersama, dengan harta berlimpah bagai lautan. Meski berlimpah, aku tetap memilih hidup sederhana dengan ratusan hektar sawah peninggalan bapak dan ratusan property milikku yang mencakar bumi pertiwi.

Petani bernama Asep dalam cerita bapak. Petani yang terbakar ambisi itu justru yang mengajarkanku untuk menikmati hidup dan jangan menjadi sepertinya.

About Post Author

Rahmat Adhy Wicaksana

Lahir di ujung timur Pulau Sumatra. Hidup sederhana sambil melukis menggunakan kata-kata.
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

AD PLACEMENT

Lahir di ujung timur Pulau Sumatra. Hidup sederhana sambil melukis menggunakan kata-kata.

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Mencari Pengganti Cincin Emas

Mencari Pengganti Cincin Emas

Harapan | Cerpen

Harapan | Cerpen

Menuju Ka’bah

Menuju Ka’bah

Teguran Abah Yai | Cerpen

Teguran Abah Yai | Cerpen

Bismillah, Aku Tidak Takut

Bismillah, Aku Tidak Takut

Sirep Jeding E

Sirep Jeding E

AD PLACEMENT