web analytics

Menelaah Nilai Berkorban Dalam Berkurban

Menelaah Nilai Berkorban Dalam Berkurban
0 0
Read Time:3 Minute, 34 Second

Kurban merupakan salah satu tradisi yang sudah menjadi syariat Islam dalam bentuk menyembelih hewan di tanggal 10 dzulhijjah dan 3 hari setelahnya. Kita mengenalnya dengan hari raya Idhul Adha. Seluruh Umat Muslim selalu menyambut suka cita jika telah datang hari raya Idhul Adha, salah satunya dengan berkurban. Memang, berqurban hukumnya adalah Sunnah Muakkad atau sunah yang sangat dianjurkan, karena Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan kurban ini semenjak disyariatkannya kurban sampai akhir hayat beliau. Sudah sebaiknya kita sebagai umat mengikuti jejak langkah beliau.

Berkurban juga berarti menyembelih domba, kambing, sapi, kerbau, atau unta sebagai bentuk penghambaan untuk mendekatkan diri pada tuhannya. Ketentuan dari kurban adalah seekor kambing atau domba diperuntukkan untuk satu orang. Sedangkan sapi, kerbau, dan unta diperuntukkan untuk berkurban tujuh orang.

Perihal kurban, Allah SWT telah menyinggung dalam Al Qur’an Surat Al Kausar ayat 2 yang berbunyi,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ

 

“Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.”

Dalam konteks ayat di atas bisa kita lihat bahwasanya kata kurban disandingkan langsung dengan kata sholat. Berarti betapa bernilai dan pentingnya kurban dalam agama ini. Lalu, apakah kalian tau mengenai hal yang melatar belakangi adanya syariat kurban? Ternyata sejarah kurban telah dimulai sejak zaman Nabi Adam AS dengan perilaku anaknya, Habil dan Qabil. Mereka diperintahkan untuk memberi persembahan pada Allah sebagai syarat menikah. Lalu, Habil sebagai pengembala menyerahkan dombanya untuk dijadikan persembahan dan Qabil menyerahkan hasil tani karena memang ia seorang petani.

Sejarah kurban juga kita kenal dalam kisah Nabi Ibrahim AS dan anaknya, Nabi Ismail AS. Perintah yang Nabi Ibrahim dapat melalui mimpinya, seperti yang diabadikan dalam Al Qur’an surat As Shaffat ayat 102,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِين

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Dari mimpi yang didapat 3 kali berturut-turut, Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail. Putranya hanya bisa taat. Ketika parang sudah mendekat pada lehernya, Allah SWT menggantikannya dengan sebuah kibas dari surga. Menurut tafsir dari Ibnu Abbas, bahwasanya kibas itu berasal dari persembahan Habil yang sengaja dipelihara di surga untuk menggantikan Nabi Ismail.

Kurban juga samapai pada zaman Nabi Muhammad SAW. Surat Al Kausar ayat 2 adalah tanda bukti kurban disyariatkan pada Umat Islam. Bahkan, dari riwayat Imam Bukhori dan Muslim, Rosulullah pernah berkurban 2 kambing berwarna putih dengan tanduknya yang besar ketika Beliau melaksanakan haji wada’ di Mina.

Sejarah kurban sudah sangat jelas dan turun temurun dari Nabi Adam AS hingga ke Nabi Muhammad SAW. Lalu, pelajaran apa yang bisa kita ambil? Selain menjadikan agar anak, harta, bisnis dan segala apapun hal keduniawian tidak menjadi penghalang untuk patuh dan taat terhadap perintah Allah, kurban juga erat kaitannya dengan nilai berkorban.

Sikap Nabi Ismail adalah bentuk totalitas dari status penghambaan seorang hamba pada tuhannya dan status taat seorang anak pada ayahnya. Di umur 86 tahun dan kedahagaan Nabi Ibrahim akan sosok anak di keluarganya, Allah mengijabahi do’anya lewat kelahiran Nabi Ismail AS. Dan nilai berkorban harus dilakukan oleh sepasang ayah dan anak itu saat perintah dari tuhannya datang. Mereka patuh dan taat.

Kurban tidak terlepas dari nilai berkorban. Jika dahulu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail melakukannya dengan berkorban nyawa, sekarang kita hanya cukup melakukannya dengan berkorban hewan. Berkorban waktu, tenaga, dan harta dari hewan yang kita kurbankan adalah bentuk pengahambaan pada Tuhannya melalui syariat yang dibawa Nabinya yang tak lepas dari nilai pengorbanan. Semua tak lain hanya untuk mendekatkan diri pada Allah SWT, Tuhan semesta alam.

Sudah seharusnya jika kita diberi kecukupan waktu, tenaga, dan rezeki dari Allah untuk melaksanakan qurban sebagaimana Para Nabi terdahulu. Tunjukkan bentuk penghambaanmu. Tunjukkan bentuk pengorbananmu. Tunjukkan lewat berkurban.

***

 

 

 

About Post Author

Aqna Mumtaz Ilmi Ahbati

Penulis Baik Hati, Tidak Sombong, dan Rajin Menabung*
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like