Berjuta-juta kisah telah tertulis dalam buku sejarah, 80 tahun Indonesia merdeka pemerintah rencanakan penulisan ulang buku sejarah Indonesia. Penyususnan ulang sejarah Indonesia yang melibatkan 113 sejrawan, 20 editor jilid, dan tiga editor umum.
Dikutip dari laman web Kompas.com Mentri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan, “Rencana kita pada tahun ini, mudah-mudahan kita harapkan pada bulan Oktober atau November, Hari Pahlawan itu. Tapi memang dalam rangka rangkaian 80 tahun Indonesia Merdeka.” tuturnya di Masjid Istiqlal.
Berdasarkan ungkapan Fadli Zon tersebut menyiratkan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia diperkirakan akan terbit pada bulan Oktober atau 10 November 2025 yang bertepatan dengan Hari Pahlawan.
Dilansir dari laman web Harian Jogja, Fadli Zon juga menyatakan bahwa sejarah Indonesia perlu disusun ulang karena sejarah nasional terakhir kali ditulis sebelum era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sehingga perlu untuk menambahkan sejarah setelahnya.
Beberapa penulis dan sejarawan yang terlibat diantaranya Susanto Zuhdi, Guru Besar Sejarah Indonesia Universitas Indonesia (UI) sebagai Ketua Tim Penulisan Ulang Sejarah RI, Guru Besar Singgih Tri Sulistiyono dari Universitas Diponegoro, dan Guru Besar Jajat Burhanudin dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Akademisi Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Radius Setiyawan mengungkapkan alasan diperlukannya penulisan ulang sejarah Indonesia karena sejarah sering kali menjadi produk kekuasaan dan kerap mencerminkan sudut pandang kelompok dominan atau penguasa pada masanya.
Radius mengatakan, “Penguasa memiliki kontrol atas sumber daya, sehingga mereka dapat menentukan versi sejarah mana yang akan disebarluaskan. Hal ini sejalan dengan ungkapan populer ‘history is written by the victors’, sejarah ditulis oleh para pemenang,” tutur dosen Kajian Budaya dan Media UM Surabaya.
Berangkat dari pernyataan tersebut, adanya penyususnan ulang sejarah Indonesia memang diperlukan. Selama ini buku-buku sejarah hanya menyajikan kisah pahlawan nasional yang terjun dalam medan peperangan dan mengesampikan tokoh-tokoh agama seperti kiai dan santri, seperti KH Mahrus Aly Lirboyo Kediri yang jarang sekali dikenal publik sebagai pahlawan.
Padahal beliau merupakan pahlawan dari golongan ulama yang turut andil mewarnai perjuangan kemerdekaan Indonesia bersama para santrinya. Beliau juga pernah menjadi anggota Kamikaze (tentara berani mati) untuk menimba ilmu dari penjajah sebagai bekal perjuangan melawan penjajah Jepang. Untuk kisah selengkapanya dapat penulis baca di artikel Peran KH Mahrus Aly dan Pekik Kemerdekaan RI
Tak hanya KH Mahrus Aly, Martha Christina Tiahahu sang pejuang wanita dalam Perang Patimura Ambon tahun 1817, Sam Ratulangi gubernur pertama Sulaweai, John Lie (Daniel Dharma) sang perwira Angkatan Laut yang dijuluki Hantu Selat Malaka dan masih banyak lagi.
Oleh sebab itu, dengan adanya penyusunan ulang sejarah Indonesia diharapkan dapat ditulis dengan lebih hati-hati, lengkap, dan teliti tanpa mengesampingkan pihak manapun. Karena sejarah bukanlah alat berpolitik melainkan wajah perjalanan bangsa yang harus dikaji para generasi penerus bangsa.
Radius juga mengatakan, “Pemerintah harus memastikan upaya ini dilakukan secara komprehensif, objektif, dan ilmiah,” tutur Wakil Rektor Bidang Riset, Kerjasama, dan Digitalisasi.
Dengan demikian sejarah bukan hanya ditulis berdasarkan keinginan para penguasa dan hanya menglorifikasikan beberapa tokoh tertentu, memutihkan dosa pemimpin masa lalu, dan memanipulasi fakta yang telah berlalu.
Melainkan penulisan sejarah diharapkan dapat menyajikan tulisan yang bermartabat tanpa menutupi ataupun menambahi fakta-fakta yang ada. Sejarah akan menjadi saksi perjalanan suatu bangsa yang tak akan lekang oleh masa.
Waallahu a’lam.