May Day atau biasa di kenal dengan Hari Buruh merupakan wujud sejarah yang tak terlupakan. Bagaimana tidak, prosesi May Day atau Hari Buruh lahir sebagai bentuk apresiasi dan rasa hormat atas perjuangan buruh yang tak kenal lelah. Bila menelisik sejarah Internasional tentang peringatan Hari Buruh, pastinya merujuk pada perisiwa Chicago, Amerika Serikat, yang mana sekitar 400.000 buruh berdemonstrasi menuntut agar kerja buruh yang lebih manusiawi dan lebih baik. Dari hal itu kemudian Kongres Buruh Internasional yang berada di Paris, menetapkan tanggal 1 Mei 1889 sebagai Hari Buruh Internasional.
Sedangkan di Indonesia, Hari Buruh mulai di peringati pada 1 Mei 1918 oleh Serikat Buruh Kung Tang Hwee yang di latar belakangi oleh tokoh kolonial bernama Adolf Baars, yang melakukan protes mengenai harga sewa tanah milik kaum buruh terlalu murah.
Yaps, sejatinya buruh bukan hanya sekedar orang yang di suruh-suruh. Walaupun toh dalam kelas sosial, buruh tergolong kaum marjinal terabaikan. Tetapi perlu di ketahui juga bahwa, Buruh merupakan elemen masyarakat yang sama pentingnya dengan sang tuan atau majikan. Tidak ada majikan bila tidak ada buruh, begitu sebaliknya. Jika majikan butuh tenaga buruh untuk menyelesaikan urusannya, maka buruh berhak mendapatkan imbalan yang sesuai dengan kerja kerasnya.
Dalam jendela Islam, perihal perburuhan juga memiliki perhatian yang cukup intens. Beberapa ayat Al-Qur’an juga membahas golongan lemah atau bisa disebut dengan (Mustad’ifin), dan dalam hal ini, buruh adalah salah satunya. Bahkan dalam kisah Nabi Muhammad SAW, juga pernah menjadi buruh. Di masa kecilnya beliau menjadi buruh gembala kambing dan di usia dewasa, menjadi pekerja buruh kepada Sayyidina Khotijah dalam berdagang.
Maka dari itu, Nabi Muhammad bertitah agar segera memberikan imbalan atau hak buruh yang sepadan. Sebagaimana hadist Riwayat Ibnu Majjah:
أعطُوا الأجِير أجْرَه قبل أن يَجفَّ عِرْقُه
“Berikanlah upah kepada buruh sebelum keringatnya kering”
Dalam konteks ini, buruh merupakan seorang pekerja yang mutualisme (Saling menguntungkan), bukan parasitisme (Ada yang di rugikan dan ada yang di untungkan). Dalam hadist yang lain, Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa Alloh Berfirman:
ثلاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
“Ada tiga golongan orang yang kelak pada hari kiamat akan menjadi musuhku, barang siapa menjadi musuhku maka aku memusuhinya. Pertama, orang yang berjanji menyebut namaku, lalu dia ingkar. Kedua, orang yang menjual orang Merdeka (bukan budak) memakan uang hasil penjualannya. Ketiga, orang yang mempekerjakan seorang buruh, tetapi setelah menselesaikan pekerjaannya tidak memberi upah”.
Dari sini jelas bahwa hak-hak buruh dan keberadaan buruh harus di berikan secara adil dan di akui secara utuh. Sayogyanya, buruh mendapat apa yang menjadi haknya, bukan malah sebaliknya. Karena buruh sama halnya orang yang bekerja sama atau bermitra, dengan tujuan saling menguntungkan satu sama lainnya.