Seolah berkencan, seorang hamba juga perlu melakukan pendekatan diri kepada Tuhannya. Umumnya ketika seorang hamba mengetahui jika perbuatan yang telah dia lakukan itu salah dan melanggar syariat, maka dia akan memohon ampun kepada Tuhannya karena mengetahui bahwa salah satu sifat Allah adalah Al-Afuww (Maha pemaaf).
Tetapi tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama juga ilmu yang sama, semua orang diciptakan berbeda-beda, bahkan orang yang terlahir kembar sekalipun terkadang memiliki sifat yang berbeda. Ada orang yang tidak tahu jika perbuatannya itu melanggar syariat, ada juga orang yang tahu jika perbuatannya salah, tahu cara bertaubat, tetapi tidak bertaubat karena dia tahu jika Allah maha pemaaf, bahkan ada yang memang mengetahui perbuatannya itu salah, melanggar syariat, berilmu, juga sudah bertaubat, tapi taubatnya seperti orang yang memakan cabai—kepedesan lalu mengulanginya lagi. Begitulah manusia …
Seperti dalam firman Allah surat An-Nisa ayat 79,
مَآ اَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّٰهِۖ وَمَآ اَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّفْسِكَۗ وَاَرْسَلْنٰكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًاۗ وَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا
“Kebaikan (nikmat) apa pun yang kamu peroleh (berasal) dari Allah, sedangkan keburukan (bencana) apa pun yang menimpamu itu disebabkan oleh (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutus engkau (Nabi Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Cukuplah Allah sebagai saksi.”
Segala sesuatu yang baik itu datangnya dari Allah, sedangkan segala sesuatu yang baik itu datang dari diri kamu sendiri. Orang-orang yang sudah bertaubat dan tidak mengulanginya lagi (taubatan nasuha), memanglah dari Allah, sedangkan orang yang sudah bertaubat tapi mengulangi kesalahannya lagi, bisa jadi hubungannya dengan Tuhan-lah yang bermasalah.
Sebelum masuk ke pembahasan, mari kita mengobrol singkat seputar taubat!
Singkatnya, taubat adalah permulaan jalan menuju Allah. Taubat bagaikan air yang bisa mensucikan sesuatu, tetapi juga bisa menjadi najis, pun bisa disucikan kembali. Taubat bisa mensucikan atau membersihkan seseorang dari dosa yang dia timbun, tetapi manusia pasti selalu memiliki dosa meski sekecil biji unta. Oleh karena itu, senantiasa menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, juga senantiasa bertaubat kepada-Nya, adalah cara yang bisa kita (hamba) lakukan untuk memperbaiki hubungan dengan-Nya.
Menurut Imam Al-Ghozali kita wajib meniru Nabi Adam AS yang melakukan taubat setelah melakukan kesalah dan dosa. Begitalah manusia, tidak selalu berbuat kebajikan seperti malaikat juga tidak melulu berbuat kejahatan seperti setan. (Tingkatan taubat, rukun-rukun taubat, dan lain-lain akan dibahas di konten selanjutnya).
Rasulullah SAW bersabda,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap manusia pasti banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertaubat” (HR. Tirmidzi no.2687. At Tirmidzi berkata: “Hadits ini gharib”. Di-hasan-kan Al Albani dalam Al Jami Ash Shaghir, 291/18).
Manusia adalah tempatnya salah, tetapi dengan sering bertaubat, orang yang berdosa maupun yang sering mengulangi dosa setelah taubat, tetap akan diterima taubatnya.
Adapun dalam sebuah hadits shahih disebutkan,
أإِنَّ عَبْدًا أَصَابَ ذَنْبًا فَقَالَ يَا رَبِّ إِنِّى أَذْنَبْتُ ذَنْبًا فَاغْفِرْ لِى فَقَالَ رَبُّهُ عَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ فَغَفَرَ لَهُ ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَصَابَ ذَنْبًا آخَرَ وَرُبَّمَا قَالَ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ فَقَالَ يَا رَبِّ إِنِّى أَذْنَبْتُ ذَنْبًا آخَرَ فَاغْفِرْ لِى قَالَ رَبُّهُ عَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ فَغَفَرَ لَهُ ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَصَابَ ذَنْبًا آخَرَ وَرُبَّمَا قَالَ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ فَقَالَ يَا رَبِّ إِنِّى أَذْنَبْتُ ذَنْبًا آخَرَ فَاغْفِرْ لِى فَقَالَ رَبُّهُ عَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ فَقَالَ رَبُّهُ غَفَرْتُ لِعَبْدِى فَلْيَعْمَلْ مَا شَاءَ
“Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu ia berkata: ‘Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa, ampunilah aku’. Lalu Allah berfirman: ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’. Lalu dosanya diampuni. Dan berjalanlah waktu, lalu ia berbuat dosa lagi. Ketika berbuat dosa lagi ia berkata: ‘Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa lagi, ampunilah aku’. Lalu Allah berfirman: ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’. Lalu dosanya diampuni. Dan berjalanlah waktu, lalu ia berbuat dosa lagi. Ketika berbuat dosa lagi ia berkata: ‘Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa lagi, ampunilah aku’. Lalu Allah berfirman: ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’. Lalu dosanya diampuni. Lalu Allah berfirman: ‘Aku telah ampuni dosa hamba-Ku, maka hendaklah ia berbuat sesukanya’” (HR. Bukhari no. 7068).
Namun dalil-dalil di atas bukan bermaksud untuk terus berbuat maksiat. Karena sebagai hamba seharusnya kita memiliki rasa malu kepada Tuhan (Ojo Kepenaken), maka dari itu sadarilah dan terus berjuang menjauhi maksiat dan terus bertaubat kepada Allah. Semoga kita termasuk orang-orang yang diterima taubatnya.
Wallahu a’lam.