Media Pondok Jatim, kali ini mengadakan Webinar Hukum dengan mengangkat tema tentang Bullying. Baik mengenali bentuk Bullying itu sendiri sampai bagaimana cara mengatasinya. Dalam forum bertemakan hukum ini, panitia MPJ Fest mendapuk Bapak Imam Mubarok dan Dr. Heriyono Tardjono sebagai narasumber. Beliau berdua mengupas dan menguliti segala kasus Bullying yang ada di Pesantren. Ulasan keduanya sangat menarik sebab menawarkan kasus nyata dari pengalaman pribadi yang telah dialami juga kasus-kasus yang sering terjadi akhir-akhir ini. Bapak Ahmad Nahrowi selaku moderator sempat mengutarakan bahwa kita harus mencari penanggulangan Bullying bukan hanya mencari obat ketika kasus Bullying telah terjadi, lebih baik mencegah daripada mengobati.
Menariknya, cara kedua pemateri mengambil sudut pandang pembahasan. Ketika Bapak Imam Mubarok yang telah banyak berkutat dengan banyak kasus, menceritakan secara subjektif Bullying yang terjadi di dunia kepesantrenan. Sedangkan Bapak Heriyono, lebih memilih mengulas tema Bullying secara objektif dengan mengenali apa itu Bullying terlebih dahulu disambung dengan teori-teori hukum yang berlaku. Tepat rasanya, panitia memilih keduanya sebagai narasumber. Terlihat dengan background yang berbeda, kedua mengulas tuntas Bullying berdasarkan kompetensi masing-masing.
Titik temu materi yang disampaikan keduanya ialah pembahasan terkait pengurus yang lebih dekat dengan santri harus memenuhi standar tertentu. Bagaimanapun juga, lembaga kepengurusan pondok merupakan tangan kanan para pengasuh yang belum tentu bisa mengawasi santri secara menyeluruh. Dengan begitu, beban tanggung jawab yang diemban pengurus sangat berat. Hal ini mengisyaratkan bahwa kepengurusan lembaga pesantren hanya bisa diisi bukan sembarang orang. Pemateri juga lebih mengerucutkan tema ini kepada pengurus terutama bidang keamanan. Keamanan memang sangat sering terlibat dalam beberapa kasus kekerasan di pesantren sehingga dibutuhkan edukasi hukum secara mendalam agar tidak sampai melewati hukum-hukum kenegaraan yang telah disusun pemerintah.
Inilah yang sebenarnya yang sangat memprihatinkan, perihal edukasi hukum di Pesantren. Bapak Heriyono sempat menyinggung bahwa ada ketidak cocokan antara hukum negara dengan hukum pesantren. Beliau mengatakan bahwa sistem komunal yang dianut pesantren akan bertabrakan dengan sistem individualis kapitalis yang dianut negara kita cinta ini. Bertabraknya kedua kultur ini, antara komunal dan individual menjadi benang kusut yang akan kusut selamanya jika tidak ada yang berani mencari jalan tengah dari dua kubu berseberangan ini. Solusi yang ditawarkan Bapak Imam Mubarok yang juga disepakati Bapak Heriyono ialah terjalinnya komunikasi intensif antara pihak pesantren dan pihak penegak hukum serta konsolidasi pihak jurnalis sebagai jembatan berbagai pihak termasuk masyarakat. Jurnalis berperan aktif untuk mengkondisikan unsur-unsur eksternal yang kadang tanpa tahu secara dalam ikut campur menghakimi pesantren sebagai institusi pendidikan yang rawan dengan hukum.
Sudah sering kita jumpai institusi pendidikan yang terkena boomerang hukum yang rawan akan pelanggaran. Bertubi-tubi kasus menyerang dunia pendidikan. Belum lagi menjamurnya aktor pendidikan yang tidak terdidik. Kembali ke kubu komunal melawan individual. Sekali lagi, dilema yang dihadapi dunia kepesantrenan adalah ketidak selarasan kultur. Sebagai aktor pendidikan, alangkah baiknya jika kita kembali ke tujuan pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara bapak pendidikan kita, tujuan pendidikan adalah upaya memerdekakan segi fisik, mental, jasmani, dan rohani agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya dengan cara memanusiakan manusia. Entah timur dengan komunalnya atau barat dengan individual kapitalnya, semua adalah kebenaran yang patut kita junjung tinggi dan terima secara mutlak.
Terimakasih, semoga bermanfaat.