web analytics
AD PLACEMENT

Filosofi Gelar “Bonang” pada Tokoh Walisongo Tuban

AD PLACEMENT
0 0
Read Time:1 Minute, 48 Second

Raden Makdum Ibrahim merupakan seorang penyebar Islam yang menguasai ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni sastra, arsitektur dan ilmu silat dengan kesaktian dan kedigdayaan menakjubkan. Makam beliau terletak di kompleks pemakaman Desa Kutorejo, Kecamatan Tuban, tepatnya di sebelah barat alun-alun dan Masjid Agung Tuban.

Kami sampai disana sekitar pukul sebelas malam. Untuk menuju makam, kami harus naik becak, menikmati sejuknya udara malam di tengah jalanan lenggang. Pada pukul 01.36 WIB, barulah kami melantunkan tahlil bersama yang dipimpin oleh Agus H. Nabil Aly Utsman.

Agus H. Nabil Aly Utsman

Setelah ini, kami membagi rute menjadi dua. Para peserta ziaroh Wali lima yang merupakan santri tamatan Sekolah Formal SMP dan MTS harus kembali ke Pondok Pesantren tercinta. Oleh karena itu, mereka berkesempatan untuk belanja oleh-oleh untuk teman-teman di pondok ataupun untuk keluarga di rumah.

AD PLACEMENT

Sedangkan para santri tamatan SMK, MA dan tamatan Madrasah Diniyah kelas 3 Aliyah langsung diarahkan menuju bus masing-masing untuk melanjutkan perjalanan ke Walisongo. Kami akan terlebih dahulu ziarah ke Wali-Wali di Jawa Tengah dan Jawa Barat selama dua hari kedepan. Adapun tujuan selanjutnya adalah Makam Sunan Muria di Kudus.

Mengapa Raden Makdum Ibrahim Bergelar “Sunan Bonang”? 

Dalam berdakwah, Raden Makdum Ibrahim sering menggunakan wahana kesenian dan kebudayaan untuk menarik simpati masyarakat, salah satunya adalah perangkat gamelan jawa (bonang). Menurut R. Poedjosoebroto dalam Wayang Lambang Ajaran Islam (1978), kata “Bonang” berasal dari suku kata bon + nang = babon + menang = baboning kemenangan (induk kemenangan). Bonang sendiri adalah sejenis alat musik dari bahan kuningan berbentuk bulat dengan tonjolan di bagian tengah, mirip gong ukuran kecil.

Pada masa lampau, alat musik ini digunakan untuk pengiring pertujukan wayang. Selain itu, aparat desa juga memanfaatkannya untuk mengumpulkan warga ketika ada woro-woro dari pemerintah.

AD PLACEMENT

Dalam proses reformasi seni pertunjukan, Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) berperan sebagai dalang yang menyebarkan ajaran ruhani lewat pagelaran wayang. Beliau juga senang menggubah sejumlah tembang yang dikaitkannya dengan ilmu tasawwuf sebagai wejangan.

Diantara kitab yang dijadikan rujukan, antara lain: Ihya ‘Ulumuddin karya Al-Ghazali, Tamhid karya Abu Syakur As-Salimi, Talkhis al-Minhaj karya An-Nawawi, dan Hilyatul Auliya karya Ahmad bin Ashim Al-Anthaki.

Wallahu a’lam. 

Baca Perjalanan Khazanah 2025 Selanjutnya di https://elmahrusy.id/raden-umar-said-dan-ragam-peninggalannya/

AD PLACEMENT
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

AD PLACEMENT

Struggle

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Muwadda’ah di Makam Masyayikh Gedongan; Berikut Pesan Dzurriyyah kepada Peserta Khazanah

Muwadda’ah di Makam Masyayikh Gedongan; Berikut Pesan Dzurriyyah kepada Peserta Khazanah

Syarif Hidayatullah; Metode Kultural-Struktural dalam Berdakwah

Syarif Hidayatullah; Metode Kultural-Struktural dalam Berdakwah

Delapan Prinsip Kepemimpinan Raden Fattah

Delapan Prinsip Kepemimpinan Raden Fattah

Raden Syahid; Tingkatkan Kualitas Moral Masyarakat Lokal Melalui Tembang

Raden Syahid; Tingkatkan Kualitas Moral Masyarakat Lokal Melalui Tembang

Raden Ja’far Shodiq; Dibalik Larangan Memakan Daging Sapi

Raden Ja’far Shodiq; Dibalik Larangan Memakan Daging Sapi

Raden Umar Said dan Ragam Peninggalannya

Raden Umar Said dan Ragam Peninggalannya

AD PLACEMENT